Welcome to my Home.... share and enjoy your life with me.

It's all about my life, my freinds and my family.

Sabtu, 09 Juni 2007

Jangan-jangan Saya Sendiri Juga Malling

Jangan-jangan Saya Sendiri Juga Malling
Oleh : Taufiq Ismail

Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak poranda, terbungkuk di bebani utang dan merayap melata sengsara di dunia.
Penganggur 40juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang, VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebak di setiap tikungan jalan dan beban utang di bahu 1.600 trilliun rupiah.
Pergelangan tangan dan kaki Indonesia di borgol di ruang tamu kantor Pegadaian Jagat Raya dan di punggung kita di cap sablon besar-besar “ Tahanan IMF dan Penunggak hutang Bank Dunia”.
Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan. Kembali………
Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru,saudara ku.
Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multikolonialis banyak bangsa.
Mereka berdasi sutra, ramah tamah luar biasa dan berlebihan senyumnya.
Makin banyak kita meminjam uang mereka makin gembira karena leher kita makin mudah di patahkannya.

Di negeri ini, prospek industri bagus sekali.
Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan penelitian.
Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, hari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.

Shareholder, stakeholder dan key holder industri korupsi ini lebar sekali, meliputi semua potongan hidung-pesek dan mancung-, lalu bentuk mata-sipit dan membuka-, visi dan misi, kelompok politisi, praktisi ekonomi seluas-luas profesi, di payungi oleh kroni, hubungan famili, ikatan ideologi, suku itu dan ini dari mana saja provinsi.

Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram, ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.

Penamaan koruptor sudah tidak menggigit lagi kini, istilah korupsi sudah pudar dalam arti. Lebih baik kita memakai istilah malling.
Malling dengan dua el, membedakanya dari malling dengan satu el.

Lihatlah para malling itu kini mencuri secara berjamaah.
Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin, dan betapa khusyuk.
Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
Begitu sistematik prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
Begitu khusyuknya, engkau kira mereka beribadah.
Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada malling yang istiqamah?

Bagaimana melawan malling yang mencuri secara berjamaah?
Bagaimana menangkap malling yang prosedur pencuriannya malah di lindungi dari atas sampai ke bawah?
Dan yang melindungi mereka ternyata bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah.
Bagamana ini?

Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MoU ( memorandum of understanding) dan MUO ( mark up operation ), tangan kanan nya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.
………………. ( some text missing J )
pemerasan dan mengais-ngais upeti ke sana ke mari, kaki kanan nya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.

Otak kirinya merancang persentase komisi pembelian, pembobolan bank dan pemotongan anggaran. Otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan Tuhan.

Bagaimana caranya memproses hukum maling yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan kini sudah jutaan, cukup membentuk sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendali perintah, eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pistol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi.
Bagaimana caranya?

Mau di periksa dan di usut secara hukum?
Mau di dudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
Mau di datangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
Hakim dan jasa yang steril dan bersih dari penyuapan?
Percuma, buang tenaga.
Seratus tahun pengadilan, setiap hari 12 jam di jadwalkan.
Insya Allah tak akan habis, tak akan terselesaikan.
Dua puluh presiden kita turun dan kita naikkan.
Masalah ruwet kusut ini tak habis teruraikan.

Jadi, saudaraku, bagaimana caranya? Kita harus membujuk mereka.
Bagaimana caranya supaya mereka mau di bujuk, di bujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yang bertahun-tahun dan turun temurun sudah mereka kumpulkan.

Celakanya, jika di antara jamaah malling itu ada keluarga kita, ada hubungan darah atau teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.

Celakanya, bila di antara jemaah malling itu ada orang partai kita, orang seagama atau sedaerah. Kita cenderung menutup-nutupi fakta, hukumnya lalu di makruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketauhan siapa-siapa.
Malling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia di makan rayap.
Kayu kunsen, tiang kasau, jeriau rumah Indonesia di makan anai-anai.
Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia di gerogoti rayap.
Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia di jarah anai-anai.
Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan

Tidak ada komentar: