Welcome to my Home.... share and enjoy your life with me.

It's all about my life, my freinds and my family.

Minggu, 19 Agustus 2007

Danau atas
salah satu objek wisata favorit di sumatera barat, daerah yang adem, asri....
i love my hometown

Fikiran negatif tentang pasangaN

Mencegah Poligami dan perselingkuhan.

Ada yang menarik yang saya baca dari artikel pagi ini,majalah Ummi no.04/xix/Agustus 2007/1428H “melawan pikiran negatif tentang pasangan” dan sebuah cerpen “cincin”.

Kenapa terjadi perceraian, poligami atau perselingkuhan? Seperti misalnya pasutri yang sudah menikah 15 tahun tiba-tiba ingin bercerai, padahal selama ini pasangan tersebut adem ayem saja. Lantas apa penyebabnya mereka ingin bercerai? “Tidak ada lagi kecocokan” jawaban yang sangat klise tapi unik dan sulit dimengerti juga. “ kami sudah tidak bisa saling menerima lagi, rasanya capek melihat pasangan yang tidak mau berubah” begitulah selalu kira-kira alasan dari kedua belah pihak. Benarkah begitu?

Kejenuhan dan kelelahan menghadapi pasangan, mungkin itu pemicunya. Namun bagaimanapun pikiran negatif tentang pasangan harus segera disingkirkan pada saat pertama kali ia muncul, mungkin hal berikut bisa dicoba :

  1. dengan menumbuhkan keyakinan bahwa kekurangan itu hanyalah bagian kecil dari kepribadian pasangan, bagaimanapun juga masih banyak hal-hal menarik dari pasangan kita yang lupa kita perhatikan. Dengan mengingat kenangan manis saat berdua bisa juga dicoba.
  2. selalu menyadari bahwa kitapun memiliki kekurangan yang bisa jadi menyebalkan bagi pasangan.
  3. sangat penting, kita perlu menanamkan rasa syukur terhadap segala karunia yang Allah berikan, bagaimanapun juga pasangan salah satu dari karunia tersebut.

Lalu bagaimana dengan poligami? Atau perselingkuhan?

Mengapa laki-laki berselingkuh? (dalam bahasan saya, dalam hal poligami subjek kita adalah pria) apa lagi yang dicarinya? Kepuasan duniawi atau ada sesuatu yang lain?

Dari sudut pandang laki-laki bisa saja dia berucap “ menikah itu memang mudah, tetapi berumah tangga itu sulit. Bagi seorang laki-laki berumah tangga adalah mengambil seonggok beban lahir bathin, dunia akhirat. Maka tak banyak yang bersedia mengambil beban “lebih” itu. Jadi, kecuali ada alasan-alasan lain yang lebih “heroik”, bila ruang batinnya terpenuhi, mungkin dia tidak akan merasa perlu menambah-nambah muatannya lagi”

Menurut saya, kalau kita sedikit fair ( wanita-red ) kita tidak bisa langsung menvonis jika pasangan berselingkuh semata-mata adalah kesalahan pria (opss...mungkin setelah menulis ini aku akan langsung dimusuhi kaum ku J )

Menurut pengakuan beberapa lelaki yang “berselingkuh” kebanyakan mereka mengeluhkan pasangannya “sudah tidak ada kecocokan lagi atau kurangnya perhatian pasangannya” (kembali ke tulisan diatas ). Nah...sebagai istri, seharus nya kita tau apa yang diinginkan pasangan agar dia tidak “bermain” diluar. Disamping juga pribadi suami yang gemar berselingkuh atau sang suami yang tidak pernah merasa puas dengan istri. Untuk adilnya sebaiknya instropeksi diri masing2.

Dari artikel tersebut bisa disimpulkan beberapa hal yang sangat menarik menurut saya:

A : kenapa kamu mau jadi istri kedua?

B : sudah jodoh barangkali....jawabnya enteng!

A : semudah itukah manusia pasrah pada jodoh? Bukankah kita bisa menolak

seadainya kita mau? Mengapa melemparkan kesalahan dibalik takdir?

B : ada milyaran lelaki didunia ini, kenapa aku hanya tertarik pada dia? Padahal

dia biasa saja, tidak terlalu cakep atau jutawan, tapi aku merasa cocok dengan

dia, siapa yang menempatkan cinta dihatiku? Siapa yang harus disalahkan?

A : apakah itu yang disebut dengan cinta? Apakah itu bukan sekedar hawa nafsu

godaan syaitan? Bukankah syaitan mendorong manusia untuk berbuat dosa?

B : tetapi bukankah itu untuk menikah? Dan menikah itu justru untuk

mencegahnya dari dosa? Bukankah pernikahan itu adalah ibadah?

A : lalu bagaimana dengan istri pertamanya? Tidak kah kamu sedikit berempati

kepadanya? Taukah kamu betapa perih hati istrinya?

B : dia (istrinya) tidak berusaha mencegah nya.

A : maksudnya?

B : tidak banyak suami-suami yang merasa perlu menggunakan “haknya” (menikah lebih dari satu –red) jika dia telah merasa “cukup” Bagi seorang laki-laki berumah tangga adalah mengambil seonggok beban lahir bathin, dunia akhirat. Maka tak banyak yang bersedia mengambil beban “lebih” itu. Jadi, kecuali ada alasan-alasan lain yang lebih “heroik”, bila ruang batinnya terpenuhi, mungkin dia tidak akan merasa perlu menambah-nambah muatannya lagi.

Wow...ada yang setuju? Entahlah.....biasanya kita bisa ngasih solusi yang lebih rasional jika hal itu bukan terjadi pada kita. Sebaliknya, kita akan cendrung mencari pembenaran atau memperpanjang rasa toleransi kita jika kita yang mengalaminya. Sungguh sulit dimengerti, antara pasrah dan takdir. Saya sendiri juga bingung dengan karakter si B. Anybody help?